BAB 1
Kasus-Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila
A. Substansi Hak Asasi Manusia dalam Pancasila
Pancasila merupakan ideologi yang mengedepankan nilai-nilai kemanusian. Pancasila sangat menghormati hak asasi setiap warga negara maupun bukan warga negara Indonesia. Bagaimana Pancasila menjamin hak asasi manusia? Pancasila menjamin hak asasi manusia melalui nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai Pancasila dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu nilai ideal, nilai instrumental dan nilai praksis. Ketiga kategori nilai Pancasila tersebut mengandung jaminan atas hak asasi manusia, sebagaimana dipaparkan berikut ini.
1. Hak Asasi Manusia dalam Nilai Ideal Sila-Sila Pancasila
Nilai ideal disebut juga nilai dasar berkaitan dengan hakikat kelima sila Pancasila, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai dasar tersebut bersifat universal sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ini bersifat tetap dan terlekat pada kelangsungan hidup negara.
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjamin hak kemerdeka an untuk memeluk agama, melaksanakan ibadah dan meng hormati perbedaan agama.
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menempatkan setiap warga negara pada keduduk an yang sama dalam hukum serta memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan hukum.
c. Sila Persatuan Indonesia meng- amanatkan adanya unsur pe mer satu di antara warga negara dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepen tingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Hal ini sesuai dengan prinsip hak asasi manusia, bahwa hendaknya sesama manusia bergaul satu sama lainnya dalam semangat persaudaraan.
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /Perwakilan dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis. Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat yang dilakukan tanpa adanya tekanan, paksaan, ataupun intervensi yang membelenggu hakhak partisipasi masyarakat.
e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengakui hak milik perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat.
2. Hak Asasi Manusia dalam Nilai Instrumental Sila-Sila Pancasila
Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar Pancasila. Nilai instrumental sifatnya lebih khusus dibandingkan dengan nilai dasar. Dengan kata lain, nilai instrumental merupakan pedoman pelaksanaan kelima sila Pancasila.Perwujudan nilai instrumental pada umumnya berbentuk ketentuan-ketentuan konstitusional mulai dari Undang-Undang Dasar sampai dengan peraturan daerah.
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terutama Pasal 28 A – 28 J
b. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Di dalam Tap MPR tersebut terdapat Piagam HAM Indonesia.
c. Ketentuan dalam undang-undang organik berikut.
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik
5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
d. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
e. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah berikut.
1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat
2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat
f. Ketentuan dalam Keputusan Presiden (Keppes).
1) Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
2) Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan
Konvensi Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan
untuk Berorganisasi
3) Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pembentukan
Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan
Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Negeri
Makasar
4) Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2001 tentang Perubahan Keppres
Nomor 53 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi
Manusia Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
5) Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi
Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2004-2009
3. Hak Asasi Manusia dalam Nilai Praksis Sila-Sila Pancasila
Nilai praksis merupakan realisasi nilai-nilai instrumental suatu pengalaman
dalam kehidupan sehari-hari. Nilai praksis Pancasila senantiasa berkembang
dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan sesuai dengan
perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat. Hal tersebut dikarenakan
Pancasila merupakan ideologi yang terbuka.
Hak asasi manusia dalam nilai praksis Pancasila dapat terwujud apabila
nilai-nilai dasar dan instrumental Pancasila itu sendiri dapat dilaksanakan
dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh warga negara. Hal tersebut dapat
diwujudkan apabila setiap warga negara menunjukkan sikap positif dalam
kehidupan sehari-hari. Adapun, sikap positif tersebut di antaranya dapat kalian
lihat dalam tabel di bawah ini.
B. Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
1. Jenis-Jenis Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
Secara yuridis, Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa pelanggaran
hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian
yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut
hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undangundang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku. Dengan demikian, dalam konteks Negara Indonesia, pelanggaran
HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan, baik dilakukan oleh
individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi
manusia.
Pelanggaran HAM berat menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dapat diklasifikasikan
menjadi dua.
a. Kejahatan genosida, yaitu setiap perbuatan yang dilakukan
dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan
seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok
etnis, kelompok agama, dengan cara:
1) membunuh anggota kelompok;
2) mengakibatkan penderitaan
fisik dan mental yang berat
terhadap anggota-anggota
kelompok;
3) menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan
kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
4) memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di
dalam kelompok; atau
5) memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain.
b. Kejahatan terhadap kemanusian, yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan
sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya
bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk
sipil, berupa:
1) Pembunuhan;
2) Pemusnahan;
3) Perbudakan;
4) Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
5) perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum
internasional;
6) Penyiksaan;
7) Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk
kekerasan seksual lain yang setara;
8) Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan
yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya,
agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal
sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
9) Penghilangan orang secara paksa; atau
10) Kejahatan apartheid.
2. Penyimpangan Nilai-Nilai Pancasila dalam Kasus
Pelanggaran Hak Asasi Manusia
a. Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
1) Pembunuhan massal terhadap 40.000 orang rakyat Sulawesi Selatan oleh
tentara Belanda yang dipimpin oleh Kapten Westerling pada tanggal 12
Desember 1946
2) Pembunuhan 431 penduduk Rawagede oleh tentara Belanda pada tanggal 5
Desember 1947.
3) Kerusuhan Tanjung Priok tanggal 12 September 1984. Dalam kasus ini 24
orang tewas, 36 orang luka berat dan 19 orang luka ringan.
4) Penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998.
Dalam kasus ini 5 orang tewas.
b. Kasus Pelanggaran HAM Internasional
Kasus-kasus pelanggaran HAM internasional yang terjadi pada umumnya
disebabkan belum dipahaminya konsep HAM dan banyaknya akses pelanggaran disiplin serta tata tertib oleh oknum di lapangan. Selain itu, sistem peradilan nasional di setiap negara tidak selalu efektif melakukan proses peradilan
terhadap pelaku pelanggaran HAM tersebut.
1) Kejahatan genosida (The crime of genocide)
Dalam sejarah penegakan HAM, di dunia ini pernah terjadi beberapa
peristiwa yang tergolong ke dalam kejahatan genosida, di antaranya tragedi
My Lai pada 16 Maret 1968 di Vietnam serta tragedi Shabra dan Shatila
pada September 1982, di Beirut, Lebanon.
2) Kejahatan melawan kemanusian (Crime againts humanity)
Kejahatan kemanusian dapat berbentuk pembunuhan, pemusnahan,
penyiksaan, perbudakan, pengusiran, perampasan kemerdekaan yang
melanggar hukum internasional dan sebagainya. Contoh kasus kejahatan
melawan kemanusiaan yang pernah terjadi di dunia ini, diantaranya
pembuhunan rakyat Uganda dan pembunuhan rakyat Kamboja.
3) Kejahatan perang (War crimes)
Kejahatan perang adalah suatu tindakan pelanggaran, dalam cakupan hukum
internasional, terhadap hukum perang oleh satu atau beberapa orang, baik
militer maupun sipil. Pelaku kejahatan perang ini disebut penjahat perang.
Setiap pelanggaran hukum perang pada konflik antarbangsa merupakan
kejahatan perang. Pelanggaran yang terjadi pada konflik internal suatu
negara belum tentu dapat dianggap kejahatan perang
C. Upaya Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hak Asasi
Manusia
1. Peradilan dan Sanksi Atas Pelanggaran Hak Asasi
Manusia di Indonesia
Kasus pelanggaran HAM akan senatiasa terjadi jika tidak secepatnya
ditangani. Negara yang tidak mau menangani kasus pelanggaran HAM yang
terjadi di negaranya akan disebut sebagai unwillingness state atau negara
yang tidak mempunyai kemauan
menegakkan HAM. Kasus pelanggaran HAM yang terjadi di
negara tersebut akan disidangkan
oleh Mahkamah Internasional.
Hal ini tentu saja menggambarkan
bahwa kedaulatan hukum negara
itu lemah dan wibawanya jatuh di
dalam pergaulan bangsa-bangsa
yang beradab.
Sebagai negara hukum dan beradab, tentu saja Indonesia tidak
mau disebut sebagai unwillingness
state. Indonesia selalu menangani
sendiri kasus pelanggaran HAM
yang terjadi di negaranya tanpa
bantuan dari Mahkamah Internasional. Contoh-contoh kasus
yang dikemukakan pada bagian
sebelumnya merupakan bukti
bahwa di negara kita terdapat
proses peradilan untuk menangani
masalah HAM, terutama yang
sifatnya berat.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26
tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, kasus pelanggaran HAM diperiksa dan
diselesaikan di pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk berdasarkan keputusan
presiden dan berada di lingkungan peradilan umum. Setelah berlakunya
undang-undang tersebut, kasus pelanggaran HAM di Indonesia ditangani dan
diselesaikan melalui proses peradilan di Pengadilan HAM.
Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun
2000, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dilakukan berdasarkan
ketentuan Hukum Acara Pidana. Proses penyidikan dan penangkapan dilakukan
oleh Jaksa Agung dengan disertai surat perintah dan alasan penangkapan,
kecuali tertangkap tangan. Penahanan untuk pemeriksaan dalam sidang di
Pengadilan HAM dapat dilakukan paling lama 90 hari dan dapat diperpanjang
paling lama 30 hari oleh pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya.
Penahanan di Pengadilan Tinggi dilakukan paling lama 60 hari dan dapat
diperpanjang paling lama 30 hari. Penahanan di Mahkamah Agung paling
lama 60 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari.
Adapun penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat
dilakukan oleh Komnas HAM. Dalam melakukan penyelidikan, Komnas
HAM dapat membentuk Tim ad hoc yang terdiri dari Komnas HAM dan
unsur masyarakat. Hasil penyelidikan Komnas HAM yang berupa laporan
pelanggaran hak asasi manusia, diserahkan berkasnya kepada Jaksa Agung
yang bertugas sebagai penyidik. Jaksa Agung wajib menindaklanjuti laporan
dari Komnas HAM tersebut. Jaksa Agung sebagai penyidik dapat membentuk
penyidik ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat.
Proses penuntutan perkara pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh
Jaksa Agung. Dalam pelaksanaan tugasnya, Jaksa Agung dapat mengangkat
penuntut umum ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah atau masyarakat.
Setiap saat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dapat meminta keterangan
secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan
penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Jaksa penuntut
umum ad hoc sebelum melaksanakan tugasnya harus mengucapkan sumpah
atau janji.
Selanjutnya, perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat diperiksa
dan diputuskan oleh Pengadilan HAM yang dilakukan oleh Majelis Hakim
Pengadilan HAM paling lama 180 hari setelah berkas perkara dilimpahkan
dari penyidik kepada Pengadilan HAM. Majelis Hakim Pengadilan HAM
yang berjumlah lima orang terdiri atas dua orang hakim pada Pengadilan
HAM yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc yang diketuai oleh
hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan.
Dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dimohonkan
banding ke Pengadilan Tinggi, perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam
waktu paling lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan
Tinggi. Pemeriksaan perkara pelanggaran HAM di Pengadilan Tinggi
dilakukan oleh majelis hakim yang terdiri atas dua orang hakim Pengadilan
Tinggi yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc. Kemudian, dalam
hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dimohonkan kasasi ke
Mahkamah Agung, perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu paling
lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung.
Pemeriksaan perkara pelanggaran HAM berat di Mahkamah Agung dilakukan
oleh majelis hakim terdiri atas dua orang Hakim Agung dan tiga orang hakim
ad hoc. Hakim ad hoc di Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden selaku
Kepala Negara atas usulan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
2. Peradilan dan Sanksi Atas Pelanggaran Hak Asasi
Manusia Internasional
Poses penanganan dan peradilan terhadap pelaku kejahatan HAM
internasional secara umum sama dengan penanganan dan peradilan terhadap
pelaku kejahatan yang lain, sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana di
Indonesia.
a. Jika suatu negara sedang melakukan penyelidikan, penyidikan atau penuntutan atas kejahatan yang terjadi, maka pengadilan pidana internasional
berada dalam posisi inadmissible (ditolak) untuk menangani perkara kejahatan tersebut. Akan tetapi, posisi inadmissible dapat berubah menjadi
admissible (diterima untuk menangani perkaran pelanggaran HAM), apabila negara yang bersangkutan enggan (unwillingness) atau tidak mampu
(unable) untuk melaksanakan tugas investigasi dan penuntutan.
b. Perkara yang telah diinvestigasi oleh suatu negara, kemudian negara
yang bersangkutan telah memutuskan untuk tidak melakukan penuntutan
lebih lanjut terhadap pelaku kejahatan tersebut, maka pengadilan pidana
internasional berada dalam posisi inadmissible. Namun, dalam hal ini,
posisi inadmissible dapat berubah menjadi admissible bila putusan yang
berdasarkan keengganan (unwillingness) dan ketidakmampuan (unability)
dari negara untuk melakukan penuntutan.
c. Jika pelaku kejahatan telah diadili dan memperoleh kekuatan hukum yang
tetap, maka terhadap pelaku kejahatan tersebut sudah melekat asas nebus
in idem. Artinya, seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam
perkara yang sama setelah terlebih dahulu diputuskan perkaranya oleh
putusan pengadilan peradilan yang berkekuatan tetap.
BAB 2
Pengelolaan Keuangan
Negara dan Kekuasaan
Kehakiman
A. Pengelolaan Keuangan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
1. Ketentuan Konstitusional tentang Keuangan Negara
Setiap negara mempunyai berbagai macam kebutuhan untuk
mensejahterakan rakyatnya. Akan tetapi, tidak semua kebutuhan tersebut
dapat dipenuhi sendiri. Negara pun memerlukan bantuan negara lain untuk
memenuhinya. Untuk mewujudkan hal tersebut, negara memerlukan
pembiayaan. Istilah pembiayaan ini sangat erat kaitannya dengan keuangan
negara.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2003, keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Keuangan negara merupakan komponen yang amat penting dalam
penyelenggaraan negara. Proses pembangunan tidak akan berjalan dengan
lancar, apabila keuangan negara tidak stabil atau terganggu. Oleh karena
kedudukannya yang amat penting ini, keuangan negara diatur dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab VII sebagaimana
dapat kalian pelajari dalam tabel di bawah ini.
Ketentuan Mengenai Keuangan Negara dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
a. Mekanisme penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
menuntut akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan
negara. Hal ini dikarenakan APBN merupakan salah satu unsur penting
untuk kepentingan pembangunan nasional dan ada bagian-bagian yang
berkaitan dengan pembangunan daerah, pembahasannya dilakukan dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
b. APBN merupakan gambaran utuh tentang pelaksanaan dan tanggung jawab
pengelolaan keuangan negara yang ditujukan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat .
c. Pemerintah tidak boleh memaksakan berlakunya ketentuan bersifat
kewajiban material yang mengikat dan membebani rakyat tanpa disetujui
terlebih dahulu oleh rakyat itu sendiri melalui wakil-wakilnya di Dewan
Perwakilan Rakyat. Berkaitan dengan pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa, diharapkan DPR memperjuangkan kepentingan dan aspirasi
rakyat dan agar kepentingan dan aspirasi rakyat menjadi pedoman dalam
pengambilan keputusan.
d. Peredaran dan nilai mata uang harus berada di dalam kontrol pemerintah
e. Permasalahan keuangan negara tidak hanya diatur dalam undang-undang
dasar saja, tetapi diatur pula dalam peraturan perundang-undangan yang
derajatnya di bawah undang-undang dasar. Misalnya, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan sebagainya.
f. Negara mempunyai bank sentral yang mempunyai tugas dan kewenangan
tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang.
Kemudian, apa saja yang menjadi sumber keuangan negara? Sumber keuangan
negara Republik Indonesia meliputi beberapa hal berikut.
a. Pajak
b. Retribusi
c. Keuntungan BUMN/BUMD
d. Denda dan Sita
e. Pencetakan Uang
f. Pinjaman
g. Sumbangan, Hadiah, dan Hibah
h. Penyelenggaraan Undian Berhadiah
2. Mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara
Indonesia mempunyai potensi sumber keuangan yang sangat besar. Salah
satunya adalah kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai pundi-pundi
keuangan negara, seperti bahan tambang, hasil hutan, kekayaan laut, serta
keindahan alamnya. Selain itu, negara kita juga mempunyai sumber keuangan
lain yang nilainya tidak kalah besar seperti pajak, retribusi, keuntungan
perusahan negara, dan sebagainya.
Dengan kondisi seperti itu,
negara kita mempunyai keuangan
yang cukup besar untuk dipergunakan membiayai program
pembangunan yang sudah direncanakan
Sumber keuangan negara
tidak selamanya memberikan
hasil yang optimal. Oleh karena
itu, diperlukan tindakan yang
amat bijak dalam menggunakan
keuangan negara. Dengan kata
lain, pengelolaan keuangan
negara harus benar-benar efektif
dan efisien sehingga program
pembangunan dapat dilaksanakan
sesuai dengan rencana.
Siapa sebenarnya yang
bertanggung jawab atas kegiatan
pengelolaan keuangan negara?
Berdasarkan ketentuan UndangUndang Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara terutama
Pasal 6 Ayat (1) disebutkan
bahwa Presiden selaku Kepala
Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan
negara sebagai bagian dari
kekuasaan pemerintahan. Ketentuan pasal tersebut menunjukkan
bahwa Presiden Republik Indonesia bertanggung jawab atas
kegiatan pengelolaan keuangan
negara yang dilakukan untuk
mencapai tujuan negara.
Dalam Pasal 6 Ayat (2) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara diuraikan
bahwa Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1):
a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil
Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
b. dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/
Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
c. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan
daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah
daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
d. tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain
mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undangundang.
Dari ketentuan tersebut dapat dimaknai bahwa Presiden mendelegasikan
kekuasaan dalam pengelolaan keuangan negara ini kepada Menteri Keuangan,
Menteri dan Pimpinan Lembaga Negara, serta Kepala Daerah (gubernur,
bupati atau walikota). Dengan demikian, dalam pelaksanaannya, tidak akan
terjadi pemusatan kekuasaan pengelolaan keuangaan negara hanya di tangan
Presiden.
Pengelolaan keuangan negara akan berjalan efektif dan efisien apabila
terdapat perencanaan yang baik. Oleh karena itu, Presiden Republik Indonesia
selaku kepala pemerintahan akan menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (RAPBN) setiap tahun. RAPBN tersebut kemudian
diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas bersama
dengan memperhatikan pendapat Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk
mata anggaran yang berkaitan dengan daerah. RAPBN yang telah disetujui
oleh DPR kemudian menjadi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
yang dijadikan patokan oleh pemerintah dalam menjalankan berbagai program
pembangunan dalam jangka waktu satu tahun.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Presiden dalam menjalankan
kekuasaan mengelola keuangan negara tidak bertindak sendirian. Akan tetapi,
Presiden harus melibatkan lembaga lain yaitu DPR, DPD, Kementerian
Negara dan Pemerintah Daerah.
B. Peran Badan Pemeriksa Keuangan Menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
1. Ketentuan Konstitusional tentang Badan Pemeriksa
Keuangan
BPK merupakan lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan
kata lain, BPK merupakan lembaga negara yang keberadaannya diatur dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebelum dilakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, ketentuan mengenai BPK terintegrasi dalam ketentuan
tentang keuangan negara yaitu Pasal 23 Ayat (5). Akan tetapi setelah terjadi
perubahan ketiga pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, ketentuan mengenai BPK ini jauh lebih rinci sebagaimana dapat
kalian baca di bawah ini.
Sebelum dilakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, ketentuan mengenai BPK terintegrasi dalam ketentuan
tentang keuangan negara yaitu Pasal 23 Ayat (5). Akan tetapi setelah terjadi
perubahan ketiga pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, ketentuan mengenai BPK ini jauh lebih rinci sebagaimana dapat
kalian baca di bawah ini.
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Pasal 23E
(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, sesuai dengan kewenangannya.
(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/
atau badan sesuai dengan undang-undang
Pasal 23F
(1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan
memiliki perwakilan di setiap provinsi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur
dengan undang-undang.
Pasal 23G
(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
dan diresmikan oleh Presiden.
(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota
Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, BPK memiliki karakteristik
yang membedakannya dengan lembaga negara lainnya. Nah, sekarang coba
kalian tuliskan karakteristik BPK dengan merujuk pada ketentuan Bab VIIIA
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan
Selain diatur oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, keberadaan BPK juga diperkuat oleh Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Salah
satu aspek yang diatur dalam undang-undang tersebut adalah tugas dan
kewenangan BPK. Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan bahwa
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara
lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum,
Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola
keuangan negara. Kemudian dalam Pasal 9 Ayat (1) disebutkan bahwa dalam
melaksanakan tugasnya, BPK berwenang:
a. menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan
pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun
dan menyajikan laporan pemeriksaan;
b. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap
orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga
Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan
Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain
yang mengelola keuangan negara;
c. melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik
negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha
keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan,
surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar
lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara;
d. menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada
BPK;
e. menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi
dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
f. menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara;
g. menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang
bekerja untuk dan atas nama BPK;
h. membina jabatan fungsional Pemeriksa;
i memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan
j. memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat/ Pemerintah Daerah.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dapat disimpulkan
bahwa keberadaan BPK menjadi sangat penting sebagai pilar untuk mengukur
keterserapan keuangan negara serta mengontrol penggunaannya. Coba kalian
bayangkan apa yang akan terjadi apabila negara tidak mempunyai lembaga
yang berperan memeriksa penggunaan keuangannya? Tentu saja yang akan
terjadi adalah kekacauan dan penyimpangan dalam penggunaan keuangan
negara, seperti program pembangunan menjadi terhambat, tindak pidana
korupsi yang semakin meluas dan sebagainya.
C. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
1. Ketentuan Konstitusional tentang Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan yudikatif dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia
disebut kekuasaan kehakiman.
Kekuasaan kehakiman adalah
kekuasaan negara yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945, demi terselenggaranya
Negara Hukum Republik Indonesia. Hal ikhwal mengenai
kekuasaan kehakiman diatur didalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan peraturan perundangundangan lain di bawahnya.
Berikut ini disajikan ketentuan
mengenai kekuasaan kehakiman
yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 24
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam undang-undang.
Pasal 24A
(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh
undang-undang.
(2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela,
adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
(3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan
Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan
sebagai hakim agung oleh Presiden.
(4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim
agung.
(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung
serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang
Pasal 24B
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman
di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak
tercela.
(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan
undang-undang.
Pasal 24C
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar,
memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang
hasil pemilihan umum.
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau
Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim
konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing
tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan
Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.
(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim
konstitusi.
(5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak
tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan,
serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.
(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta
ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undangundang
BAB 3
Perkembangan
Pengelolaan Kekuasaan
Negara di Pusat
dan Daerah dalam
Mewujudkan Tujuan
Negara Indonesia
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai pemegang
kekuasaan negara terdiri atas dua tingkatan, yaitu pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah. Dalam arti luas, pemerintahan pusat dilaksanakan oleh
setiap lembaga negara yang tugas dan kewenangannya sudah diatur dalam
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundangundangan yang lainnya. Dalam arti sempit, pemerintahan pusat dilaksanakan
oleh lembaga eksekutif, yaitu Presiden, Wakil Presiden, kementerian negara
dan lembaga pemerintahan non-kementerian. Pemerintahan daerah di
Indonesia terdiri atas pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/
kota. Pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah (yang
dipimpin oleh kepala daerah) dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD).
Pemerintah pusat dan daerah bekerja menjalankan berbagai programnya untuk
mewujudkan cita-cita dan tujuan negara
A. Tujuan Negara Republik Indonesia
1. Teori Tujuan Negara
Setiap manusia mempunyai tujuan dalam kehidupannya. Kalian sebagai
siswa juga mempunyai tujuan, ketika kalian mempelajari sesuatu. Begitupun
dengan negara selaku organisasi manusia, mempunyai tujuan ketika
didirikannya. Dengan kata lain, setiap negara yang tumbuh dan berkembang di dunia mempunyai tujuan yang hendak dicapai dan menjadi motivasi dari
didirikannya negara yang bersangkutan. Tujuan negara sangat berhubungan
dengan organisasi negara yang bersangkutan. Tujuan negara merupakan
pedoman untuk mengarahkan segala kegiatan negara, menyusun dan
mengendalikan alat perlengkapan negara serta kehidupan rakyatnya.
Pada saat ini terdapat berbagai macam perspektif mengenai tujuan negara.
Berkaitan dengan hal tersebut para ahli mengemukakan rumusan tujuan
negara yang berbeda satu dengan yang lainnya. Berikut ini dipaparkan teori
mengenai tujuan negara yang dikemukakan para ahli.
a. Teori Plato
Teori Plato
menyatakan bahwa negara bertujuan untuk memajukan
kesusilaan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.
b. Teori Negara Kekuasaan
Ada dua tokoh yang menganut teori Negara Kekuasaan , yaitu Shang Yang
dan Nicholo Machiavelli. Menurut Shang Yang, tujuan negara adalah
mengumpulkan kekuasaan yang sebesar-besarnya. Tujuan tersebut dapat
dicapai dengan cara menyiapkan tentara yang kuat, berdisiplin dan bersedia
menghadapi segala kemungkinan sehingga negara akan kuat. Sebaliknya,
rakyat harus lemah sehingga tunduk kepada negara. Senada dengan Shang
Yang, Machiavelli mengatakan bahwa tujuan negara adalah menghimpun
dan memperbesar kekuasaan negara agar tercipta kemakmuran, kebesaran,
kehormatan dan kesejahteraan rakyat.
c. Teori Teokratis (Kedaulatan Tuhan)
Menurut teori Teokratis, tujuan negara adalah untuk mencapai penghidupan
dan kehidupan aman serta tentram dengan taat kepada dan di bawah
pimpinan Tuhan. Pimpinan negara menjalankan kekuasaannya hanyalah
berdasarkan kekuasaan Tuhan yang diberikan kepadanya. Di antara para
filusuf yang menganut teori ini adalah Thomas Aquinas dan Agustinus.
d. Teori Negara Polisi
Menurut teori Negara Polisi, negara bertujuan semata-mata menjaga
keamanan dan ketertiban negara serta pelindung hak serta kebebasan
warganya. Untuk mencapai hal itu, perlu dibentuk peraturan perundangundangan yang mencerminkan kehendak seluruh rakyat. Di sisi lain, negara
tidak boleh turut campur dalam urusan pribadi dan ekonomi warganya.
Teori ini digulirkan oleh Immanuel Kant.
e. Teori Negara Hukum
Dalam pandangan teori Negara Hukum, negara bertujuan
menyelenggarakan ketertiban hukum dengan berdasarkan dan berpedoman pada hukum. Dalam negara hukum segala kekuasaan alat-alat pemerintahannya didasarkan atas hukum. Semua orang tanpa kecuali harus
tunduk dan taat pada hukum, hanya hukumlah yang berkuasa dalam negara
itu. Teori ini digulirkan oleh Krabbe.
f. Teori Negara Kesejahteraan
Tujuan negara menurut teori ini adalah untuk mewujudkan kesejahteraan
umum. Dalam hal ini negara dipandang sebagai alat untuk mencapai
tujuan bersama, yaitu suatu tatanan masyarakat yang didalamnya terdapat
kebahagian, kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat negara
tersebut. Pencetus teori ini adalah Mr. Kranenburg.
2. Rumusan Tujuan Negara Republik Indonesia
Sebagai bangsa dan negara yang beradab, Negara Republik Indonesia
mempunyai tujuan dalam melaksanakan kehidupan kenegaraannya. Tujuan
negara kita akan menjadi ciri khas dari negara kita yang membedakannya
dengan negara lain. Untuk mengetahui tujuan negara kita, kalian dapat
menelaah pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 alinea ke-4. Di dalam pembukaan tersebut terdapat pernyataan
sebagai berikut
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia dengan berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial......"
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Bab I, Pasal 1 Ayat (3) ditegaskan bahwa Negara Indonesia adalah
negara hukum. Artinya, Indonesia bukan negara yang berdasarkan kepada
kekuasaan belaka. Semakin jelaslah bahwa Indonesia adalah negara hukum
yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, membentuk suatu
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dengan demikian, jika
ditinjau dari aspek tujuan negaranya, Indonesia berkedudukan sebagai negara
hukum dan negara kesejahteraan.
B. Pengelolaan Kekuasaan Negara di Tingkat Pusat Menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
1. Lembaga-Lembaga Pemegang Kekuasaan Negara
Proses pengelolaan kekuasaan negara di Republik Indonesia sangat
dinamis. Berbagai perubahan mewarnai pelaksanaan pengelolaan negara di
Indonesia. Perubahan tersebut tentu saja dilakukan agar negara Indonesia
dapat lebih maju yang ditandai dengan terwujudnya cita-cita dan tujuan
negara sebagaimana termaktub dalam alinea kedua dan keempat Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pengelolaan kekuasaan negara dilakukan oleh lembaga-lembaga negara.
Pengelolaan kekuasaan negara tidak hanya dilakukan oleh Presiden beserta
para menteri negara selaku pemegang kekuasaan eksekutif. Hal tersebut
dikarenakan kekuasaan negara bukan hanya kekuasaan eksekutif saja, tetapi
terdapat pula kekuasaan legislatif dan yudikatif yang dijalankan oleh lembaga
negara lainnya.
Keberadaan lembaga-lembaga negara di Indonesia begitu dinamis. Hal
tersebut merupakan dampak langsung dari mekanisme pengelolaan kekuasaan
negara yang bersifat dinamis pula. Perkembangan lembaga-lembaga negara di
Indonesia dapat kalian lihat dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia.
Berikut ini struktur ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan UndangUndang Dasar 1945 sebelum dilakukan perubahan.
2. Peran Pemerintah Pusat dalam Mewujudkan Tujuan
Negara
Berbicara mengenai peran
pemerintah tidak dapat dilepaskan
dari pembicaraan tentang fungsi
negara itu sendiri. Tugas utama
pemerintah adalah menjalankan
fungsi negara itu sendiri. Pemerintah pusat yang tugas dan
kewenangannya diatur dalam
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
pada dasarnya merupakan aktor
utama dilaksanakannya fungsi
Negara Republik Indonesia.
Dalam alinea ke-4 Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
dikatakan bahwa Kemudian dari
pada itu untuk membentuk suatu
Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia dengan berdasar kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial…. Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut dapatlah disimpulkan bahwa
fungsi negara Indonesia adalah sebagai berikut.
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
Negara Indonesia hendaknya melindungi seluruh wilayah Indonesia dan
juga melindungi seluruh warga negara Indonesia, baik yang berada di
dalam negara Indonesia maupun di luar negara Indonesia. Negara berfungsi
melindungi seluruh wilayah Indonesia, artinya negara menanggulangi
hambatan, tantangan, ancaman, dan gangguan terhadap keutuhan
wilayah negara Indonesia. Negara berfungsi melindungi seluruh warga
negara Indonesia, artinya negara menjamin keamanan, ketertiban, dan
ketentraman warga negaranya dalam menjalani kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara Indonesia, baik warga negara yang berada di
dalam negeri maupun warga negara Indonesia yang berada di luar negeri,
misalnya para tenaga kerja Indonesia, pelajar atau mahasiswa yang sedang
menempuh pendidikan, para duta besar dan konsul di negara asing, atau
para wisatawan Indonesia di luar negeri.
b. Memajukan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia
Negara Indonesia hendaknya mewujudkan kesejahteraan bagi warga
negaranya baik lahir maupun batin. Segala kekayaan alam yang ada
di Indonesia harus dipergunakan negara untuk kesejahteraan seluruh
rakyatnya, tidak hanya rakyat yang mampu akan tetapi juga yang
tidak mampu. Bagi warga negara yang fakir miskin, negara hendaknya
memberikan bantuan kesejahteraan.
c. Mencerdaskan kehidupan seluruh rakyat Indonesia
Negara Indonesia hendaknya berupaya mencerdaskan warga negaranya.
Untuk itu, negara wajib menyelenggarakan pendidikan dan membiayai
pendidikan dasar. Fungsi negara dalam mencerdaskan kehidupan seluruh
rakyat Indonesia secara tegas diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai berikut.
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan
undang-undang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
d. Aktif melaksanakan ketertiban dunia
Negara hendaknya turut serta mewujudkan kehidupan dunia yang damai,
adil, sejahtera. Oleh karena itu, negara Indonesia menjadi anggota dan
aktif dalam beberapa organisasi regional maupun internasional, misalnya
PBB, ASEAN, OKI, APEC dan sebagainya. Disamping itu, Indonesia
menyelenggarakan hubungan dengan negara-negara lain di dunia. Hubungan
yang dilakukan biasanya disebut hubungan diplomatik. Hubungan antarnegara
tersebut dalam bidang politik, ekonomi, budaya, dan pertahanan.
C. Pengelolaan Kekuasaan Negara di Daerah
Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
1. Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
di Indonesia
Keberadaan pemerintah daerah ini diatur dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 18
Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang
tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah,
yang diatur dengan undang-undang. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa
wilayah negara kita dibagi menjadi beberapa wilayah provinsi dan kabupaten/
kota. Wilayah-wilayah provinsi dan kabupaten/kota tersebut mempunyai suatu
pemerintahan daerah yang berperan sebagai pengelola kekuasaan negara di
daerah. Apa sebenarnya pemerintahan daerah itu?
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Dengan demikian, ujung tombak pemerintahan daerah adalah pemerintah
daerah yang dipimpin oleh seorang kepala daerah dan DPRD.
Proses penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan salah satu
bentuk pengelolaan kekuasaan negara di daerah oleh pemerintah daerah. Sama
halnya dengan pengelolaan kekuasaan negara di tingkat pusat, pengelolaan
kekuasaan negara di daerah pun begitu dinamis, baik ditinjau dari landasan
hukumnya, susunan pemerintahan daerah maupun kewenangan pemerintah
daerah itu sendiri. Oleh karena itu, berikut ini dipaparkan secara singkat
perkembangan penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia.
a. Landasan hukum penyelenggaraan pemerintahan daerah
Sejak awal kemerdekaan sampai sekarang, peraturan perundang-undangan
yang mengatur penyelenggaraan negara oleh pemerintahan daerah telah
mengalami banyak perubahan. Hal tersebut menunjukkan problematika
pelaksanaan pemerintahan daerah di Indonesia begitu fluktuatif dan
berubah-ubah sesuai dengan kondisi politik yang terjadi
Selain konstitusi Republik Indonesia Serikat, semua perubahan konstitusi
yang terjadi di Republik Indonesia menuntut untuk dilahirkannya peraturan
perundang-undangan tentang pemerintahan daerah seperti berikut ini.
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1945 Tentang
Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1948 Tentang
Penetapan Aturan-Aturan Pokok Mengenai Pemerintahan Sendiri di
Daerah-daerah yang Berhak Mengatur dan Mengurus Rumah Tangganya
Sendiri
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1957 Tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
4) Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Tentang Pemerintahan Daerah
5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1965 Tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 Tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah
8) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah
9) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2005 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah
10) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah
b. Susunan pemerintahan daerah
Perubahan landasan hukum tentang pemerintahan daerah mempunyai
dampak yang besar dalam penyelenggaraan kekuasaan negara di daerah.
Perubahan-perubahan tersebut membuat susunan pemerintahan daerah
juga ikut berubah. Hal tersebut dapat kalian lihat dalam tabel di bawah ini.
2. Peran Pemerintahan Daerah dalam Mewujudkan Tujuan
Negara
Pemerintahan daerah merupakan alat kelengkapan negara untuk mencapai
cita-cita dan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-2 dan ke4. Untuk mencapai hal tersebut, tentu saja pemerintahan daerah mempunyai
peranan yang sangat penting dalam pencapaian cita-cita dan tujuan negara.
Untuk mendukung program Pemerintah Pusat dalam mencapai tujuan
nasional, berdasarkan ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, pemerintahan
daerah selaku pengelola kekuasaan
negara di daerah otonom mempunyai
kewajiban sebagai berikut:
a. melindungi masyarakat, menjaga
persatuan, kesatuan dan kerukunan
nasional, serta keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan
demokrasi;
d. mewujudkan keadilan dan
pemerataan;
e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
h. mengembangkan sistem jaminan sosial;
i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k. melestarikan lingkungan hidup;
l. mengelola administrasi kependudukan;
m. melestarikan nilai sosial budaya;
n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan
kewenangannya;
o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kemudian, selain mempunyai kewajiban, pemerintahan daerah juga
mempunyai hak selaku pengelola daerah otonom, di antaranya adalah:
a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
b. memilih pimpinan daerah;
c. mengelola aparatur daerah;
d. mengelola kekayaan daerah;
e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya yang berada di daerah;
g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan mendapatkan
hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Hak dan kewajiban daerah tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana
kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja,
dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan
daerah yang efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat
pada peraturan perundang-undangan. Di dalam rencana kerja inilah dapat
dilihat berbagai macam program atau kegiatan untuk mencapai tujuan negara
yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
D. Perimbangan Kekuasaan antara Pusat dan Daerah
Menurut Morgenthou,
kekuasaan merupakan suatu bentuk kapabilitas politik luar negeri elit politik
yang digunakan untuk menguasai dan mendominasi pemikiran dan tindakan elit yang
lain. Dimensi kekuasaan sendiri terdiri dari beberapa macam, yaitu sebagai berikut.
a.Kekuasaan tidak lagi dilihat sebagai
monolitis dan unidimensional tapi lebih condong kepada multidimensional. Hal
ini memungkinkan kekuasaan meningkat dalam satu dimensi dan menurun pada
dimensi yang lain.
b.Jangkauan kekuasaan dapat diartikan bahwa
perilaku seorang aktor dapat mempengaruhi aktor lainnya. Hal ini menyebabkan
kekuatan aktor berubah-ubah dari satu isu ke isu lainnya.
c.Domain kekuasaan aktor dapat memengaruhi sebuah region dengan kuat
sementara dalam bagian lain di dunia aktor tersebut tidak memiliki pengaruh
sama sekali
d.Bobot kekuatan aktor dapat diartikan
sebagaikemungkinan atau probabilitas seorang aktordalam memengaruhi aktor
lainnya.
e.Harga yang harus dibayar terhadap aktor A
dan aktor B relevan dengan taksiran pengaruh masing-masing aktor tersebut.
f.Cara-cara yang digunakan memengaruhi dan
berbagai jalan lain yang dikategorikan sejenis.
Dalam hubungan
internasional, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk memengaruhi
aktor lain yaitu secara simbolis, ekonomi, militer, dan diplomasi.
A. Perimbangan Kekuasaan
Perimbangan kekuasaan
merupakan sebuah konsep yang ambigu dan memiliki sejumlah interpretasi yang
berbeda. Martin Wight mengartikan konsep perimbangan kekuasaan, yaitu sebagai
berikut.
1) Sebuah pembagian yang
sama dari distribusi kekuasaan.
2) Merupakan prinsip bahwa
kekuasaan harus selalu didistribusikan secara merata.
3) Keberadaan distribusi
kekuasaan.
4) Prinsip adanya penaikan
kekuasaan secara merata.
5) Prinsip bahwa salah satu
pihak harus memiliki margin kekuatan dengan tujuan untukmencegah bahaya
kekuasaan yang didistribusikan tidak merata.
6) Merupakan sebuah peran
istimewa untuk menjaga pembagian kekuasaan secara merata.
Menurut Hedley Bull,
perimbangan kekuaaan memiliki tiga fungsipositif di dalam sistem negara modern.
1) Mencegah suatu sistem
dirubah menjadi bentuk kerajaan universal dunia.
2) Perimbangan kekuasaan
lokal dapat melindungi kemerdekaan suatu negara dalam area-area tertentu dan
masuknya kekuatan yang lebih besar.
3) Membuktikan kondisi
dimana institusi-institusi lain, dimana tatanan internasional dibutuhkan, dapat
dikembangkan.
Morgenthou memukan bahwa
konsep perimbangan kekuasaan tidak sempurna dalam beberapa hal. Morgenthou
menyebutkan bahwa konsep perimbangan kekuasaan, yaitu sebagai baerikut.
1) Tidak jelas karena tidak
memiliki takaran, evaluasi, dan perbandingan keberadaan kekuasaan yang dapat
dipercaya.
2) Tidak nyata karena para
negarawan mencoba untuk mengkompensasikan ketidakjelasan konsep tersebut dengan
membidik superioritas.
3) Tidak mencukupi dalam
menjelaskan pembatasan nasional pada tahun 1648 sampai 1914.
b. Perimbangan Kekuasaan Pusat dan Daerah di
Indonesia
Perimbangan kekuasaan
antara pusat dan daerah haruslah dilakukan sebaik mungkin. Rondinelli dan
Cheema (1983), mendefinisikan perimbangan kekuasaan sebagai transfer
perencanaan, pengambilan keputusan danatau kewenangan administrasi dari
pemerintah pusat kepada organisasi pusat di daerah, unit administrasi lokal,
organisasi semi otonomi dan parastatal (perusahaan), pemerintah daerah atau
organisasi non pemerintah. Desentralisasi dapat dibedakan atas tiga jenis
(Litvack, 1999); yaitu sebagai berikut.
1) Desentralisasi politik,
melimpahkan kepada daerah kewenangan yang lebih besar menyangkut berbagai aspek
pengambilan keputusan, termasuk penetapan standar dan berbagai peraturan.
2) Desentralisasi
administrasi, berupa redistribusi kewenangan, tanggung jawab dan sumber daya di
antara berbagai tingkat pemerintahan. Kapasitas yang memadai disertai
kelembagaan yang cukup baik di setiap tingkat merupakan syarat agar hal ini
bisa efektif.
3) Desentralisasi fiskal,
menyangkut kewenangan menggali sumber-sumber pendapatan, hak untuk menerima
transfer dari pemerintahan yang lebih tinggi, dan menentukan belanja rutin
maupun investasi.
Ketiga jenis
desentralisasi tersebut saling berkaitan dan untuk melihat dampaknya kepada
berbagai hal, tidak bisa dilakukan evaluasi secara terpisah. Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa desentralisasi mengakibatkan adanya pembagian urusan
antara pusat dan daerah.
c. Perbedaan Wewenang Antara Pemerintah Daerah
dan Pemerintah Pusat dalam Perimbangan Kekuasaan
Berikut perbedaan
wewenang antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
1) Kewenangan pemerintah
pusat mencakup kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan lainnya
seperti: kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan
nasional secara makro, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi
strategis, konservasi dan standarisasi nasional.
2) Pemerintah pusat adalah
induk dari pemerintahan, dimana dapat mengatur masalah-masalah yang menyangkut
keberlangsungan negara itu sendiri secara menyeluruh.
3) Pemerintah pusat
bersifat independen sedangkan pemerintah daerah bersifat otonom. Kewenangan
yang luas untuk mengatur diri sendiri tapi tidak independen.
4) Pemerintah pusat
penngatur seluruh daerah pemerintahan daerah. Membantu kegiatan atau program
dari pemerintah pusat.
5) Pemerintah pusat
mengatur kehidupan bernegara, berbangsa secara keseluruhan.
d. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam
Perimbangan Kekuasaan
Adapun hubungan
pemerintah pusat dan daerah dalam perimbangan kekuasaan, yaitu sebagai berikut.
1) Hubungan bersifat
struktural
Secara struktural,
pemerintah pusat merupakan penyelenggara urusan pemerintahan di tingkat
nasional. Pemerintah daerah merupakan penyelenggara urusan pemerintahandi
daerah masing-masing bersama DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan,
dalam sistem dan prinsip NKRI. Secara struktural Presiden merupakanpemegang
kekuasaan tertinggi dalam penelenggara urusan pemerintahan di tingkat nasional.
Kepala daerah merupakan penyelenggara urusan pemerintahan di daerah
masing-masing sesuai dengan prinsip otonomi seluas-luasnya. Secara struktural
kepala daerah kabupaten/kota tidak memliki garis struktural dengan pemerintah
provinsi dan pemerintah pusat karena memiliki otonomi seluas-luasnya. Struktur
pemerintahan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
2) Hubungan bersifat
fungsional
Rumitnya penyelenggaraan
pemerintahan di era otonomi adalah minimnya instrumen pendukung hubungan
fungsional antara pusat dan daerah, kesulitan dan hambatan manajemen ini secara
tidak langsung menganggu pencapaian misi pemerintah pusat sehingga banyak
sekali program-program strategisyang direncanakan pemerintah tertuang dalam
rencana pembangunan lima tahunandan program tahun tidak berjalan sesuai
harapan. Secara harfiah hubungan fungsional adalah adanya hubungan atau bagian
dari komunikasi karena faktor proses, sebab akibat atau karena kepentingan yang
sama. Hubungan funsiional menyangkut atas pembagian tugas dan wewenang yang
harus dijalankan oleh pemerintah pusat dan daerah dalam rangka menjalankan
pemerintahan yang baik. Contohnya program penanggulangan kemiskinan, program
KB, program swasembada pangan dan sebagainya.
e. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
Selain perimbangan yang
telah dijelaskan antara pusat dan daerah juga harus ada perimbangan dalam
keuangan. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menurut
Ketentuan Umum UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat
dan Pemerintah Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil,
proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka
pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi,
kondisi, dan kebutuhan daerah.
Dana perimbangan
tersebut terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi
khusus. Jumlah dana perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN (UU
No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah
Daerah Pasal 10 tentang Dana Perimbangan: 273).
1) Dana Bagi Hasil
Dana bagi hasil adalah
dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dibagihasilkan kepada daerah
berdasarkan angka presentase tertentu. Dana bagi hasil bersumber dari pajak dan
sumberdaya alam. Dana bagi hasil dari pajak meliputi pajak bumi dan bangunan, penerimaan
bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan pajak penghasilan. Dan dana bagi
hasil dari sumberdaya alam berasal dari kehutanan, pertambangan umum,
perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan
panas bumi ( UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan
Pemerintah Daerah Pasal 10 tentang Dana Bagi Hasil: 273).
2) Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum
bertujuan untuk pemerataan kemempuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan
untuk mengurangi ketimpangan kemampuan antar daerah melalui formula yang
mempertimbangkan kemampuan dan potensi daerah. DAU suatu daerah ditentukan atas
besar kecilnya celah fiskal suatu daerah, yang merupakan selisih dari kebutuhan
daerah dan potensi daerah. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar
tetapi kebubtuhan fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil.
Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskalnya
besar akan memperolehalokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip
tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal
(Penjelasan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan
Pemerintah Daerah: 324)
DAU untuk daerah
provinsi dan daerah kabupaten ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari DAU.
DAU bagi masing-masing provinsi dan kabupaten dihitung berdasarkan perkalian
dari jumlah DAU bagi seluruh daerah, dengan bobot daerah yang bersangkutan
dibagi dengan jumlah masing-masing bobot seluruh daerah di seluruh Indonesia
(Bratakusumah dan Solihin, 2001:183).
3) Dana Alokasi Khusus (DAK)
DAK dimaksudkan untuk
membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentuyang merupakan
urusan daerahdan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai
kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai
standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah (Penjelasan
UU No. 33 Th. 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah
Daerah: 324).
Sektor atau kegiatan
yang tidak bisa dibiayai oleh DAK adalah dana administrasi, biaya penyiapan
proyek fisik, biaya penelitian, biaya pelatihan, biaya perjalanan pegawai
daerah dan lain-lain biaya umum sejenis.
Terima kasih atas penyelesaian tugasmu. Sangat memuaskan. Salam sukses mulia.
BalasHapus